Satgas PKH Mulai Ringkus Dalang Perambah dan Penjual Tanah TNTN

Selasa, 24 Juni 2025 | 00:31:24 WIB
Satgas PKH Mulai Ringkus Dalang Perambah dan Penjual Tanah TNTN

Pelalawan (SekataNews.com) - Gegap gempita perasaan hati dan pikiran para dalang atau aktor intelektual dibalik perambah dan penjual wilayah kawasan konservasi hutan lindung Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), saat mengetahui Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2025 tentang pemertiban kawasan hutan, akan mengeksekusi lahan yang telah disulap oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab, melalui Tim Garuda Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).

Tidak tanggung-tanggung, lahan yang luasnya mencapai 82 ribu hektare (Ha), itu sengaja dirambah dan diperjual belikan dengan harga yang cukup menggiurkan bagi para mafia tanah. Hingga kini hutan yang menjadi referensi paru-paru dunia, itu telah rusak dan hanya menyisakan lahan hutan lindung TNTN seluas 12 ribu Ha.

Akibatnya, banyak konflik antara perambah dengan satwa dilindungi di kawasan TNTN tersebut, yang memang tempat dimana keanekaragaman hayati seperti flora dan fauna, serta hutan tropis terbaik berkembang biak dihamparan hutan lebat itu sebelumnya. 

Ironisnya lagi, banyak masyarakat luar kawasan TNTN, yang juga menjadi lawan konflik dan keresahan hewan dilindungi saperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, dan Tapir Sumatera, karena dirusaknya habitat dan rumah mereka.

Eksekusi Kawasan Konservasi TNTN Berlansung

(Pengumuman Relokasi Mandiri Secara Persuasif)

Tepatnya pada Selasa, 10 Juni 2025, eksekusi lahan seluas 81.7439 Ha, itu dimulai. Tantangan spontanitas warga yang terdiri dari korban beli lahan murah, sampai pekerja dari cukong-cukong atau toke-toke pun menghiasi esksukusi yang menjadi pilot projeck Tim Garuda Satgas PKH hari itu.

Sampai-sampai Tim Garuda Satgas PKH yang dipimpin langsung Dansatgas Letjen TNI Richard TH Simbolon, didampingi Kabareskirm Polri Komjen Pol Wahyu Widad, Ketua Satgas Jampidsus Kejagung RI Febri Ardiansyah, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar,

 Wadansatgas Brijen TNI Dody Triwinarno, Kapolda Riau Irjen Pol Herry Haryawan, dan perwakilan dari 10 instansi yang tergabung didalamnya, itu tidak sempat menikmati hidangan seremonial pembukaan eskskusi pada hari itu. 

Sehingga, setelah melaksanakan pemasangan plang pengumuman eksekusi lahan konservasi kawasan hutan lindung TNTN oleh Negara melalui Tim Garuda Satgas PKH, dan menyempatkan wawancara bersama awak media beberapa menit, merekapun kembali terbang pulang menggunakan Halikopter Super Puma TNI AU, menandakan esksekusi lahan TNTN akan terus berlanjut hingga Jumat, 22 Agustus 2025 mendatang.

Penangkapan Pemilik Alat Berat Perambah Kawasan TNTN

(Alat berat jenis exavator merk Sany 80 saat akan diamankan ke Posko Satgas PKH)

Dua pekan berselang, dipimpin Wadansatgas PKH Brigjen TNI Dody, bersama tim terus melakukan skema-skema persuasif, guna mengumpulkan bahan dan keterangan (Pulbaket), serta menyelidiki hingga penyidikan temuan yang didapat selama proses berlangsung.

Alhasil, baru-baru ini tepatnya pada Ahad, 22 Juni 2025, Tim Garuda Satgas PKH kembali menemukan dan mengamankan sebuah alat berat yang diduga kuat milik perambah kawasan konservasi hutan lindung TNTN.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Wadansatgas PKH Brigjen TNI Dody Triwinarno, kepada SekataNews.com, bahwa alat berat jenis exavator merk Sany 80, itu didapat setelah melakukan patroli rutin tim garuda Satgas PKH. Melihat alat itu berada di kebun milik seorang perambah inisial S didalam kawasan konservasi TNTN, pihaknya mengamankan alat tersebut untuk dibawa ke Posko Satgas PKH di komplek Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Pekanbaru, guna proses penyelidikan lebih lanjut.

"Bener. Sedang kita amankan dan proses.(tersangka) Inisial S, masih di cek dan diselidiki ya," kata Jenderal Dody, sapaan akrabnya itu mengungkapkan.

Dijelaskannnya, penangkapan dan pengamanan ini menunjukkan komitmen Satgas PKH dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan hidup, khususnya di kawasan TNTN yang menjadi salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perambah hutan dapat dikenakan hukuman pidana penjara dan denda.

Perambah hutan dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, atau denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.

Selain itu, mereka juga dapat dikenakan hukuman tambahan seperti pemulihan lingkungan, ganti rugi, bahkan pencabutan izin (jika ada).

“Hukuman ini bertujuan memberikan efek jera dan memastikan kelestarian hutan TNTN tetap terjaga," tegasnya.

Tantangan besar masih terbentang di depan penegak hukum, utamanya dalam menangani perambahan di kawasan TNTN.

"Pentingnya dukungan dan kerjasama semua pihak untuk melindungi kawasan ini yang merupakan habitat penting bagi satwa liar seperti gajah sumatera dan harimau sumatera dan lainnya," pungkas Brigjen Dody, kepada SekataNews.com.

Penangkapan Batin Muncak Rantau yang Diduga Kuat Menjual Lahan Kawasan TNTN

(Kapolda Riau, Irjen Pol Hery Heryawan, saat Konferensi Pers di Polda Riau)

Aksi nyata Satgas PKH selanjutnya datang dari Kepolisian Daerah (Polda) Riau, mereka dengan Satgas Penanggulangan Perambahan Hutan (PPH), pada Senin, 23 Juni 2025 melakukan konferensi pers penangkapan serang tokoh adat yang terbukti memperjual belikan lahan di kawasan TNTN.

Kepada awak media, Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, juga menyatakan menunjukkan komitmen tegasnya dalam menindak kejahatan lingkungan. Kali inj dengan menangkap seorang tokoh adat yang terlibat dalam praktik jual beli lahan ilegal di dalam kawasan TNTN, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

Dijelaskan Irjen Herry, malaui Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro mengungkapkan tersangka adalah seorang tokoh adat yang menjabat sebagai Batin Muncak Rantau bernama Jasman, umur 54 tahun, warga Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan.

Jasman diduga mengklaim lahan seluas sekitar 113.000 hektare di dalam kawasan TNTN sebagai hak ulayatnya, dan kemudian menerbitkan surat hibah atas lahan tersebut kepada pihak lain.

Kasus ini terungkap berawal dari penyelidikan aktivitas perambahan hutan yang kemudian di alihfungsikan atau di deforestasi menjadi kebun kelapa sawit ilegal.

“Kami menemukan lahan sawit ilegal yang dijaga oleh pekerja. Berdasarkan pemeriksaan, diketahui lahan tersebut milik Dedi Yanto, yang sudah kami tangkap lebih dulu. Ia mendapatkan dua surat hibah lahan seluas 20 hektare dari Jasman, masing-masing dibeli seharga Rp5 juta,” bebernya.

Dalam proses penyidikan, penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti, antara lain salinan peta hak ulayat, surat-surat hibah, cap stempel adat, dan struktur adat yang digunakan tersangka untuk meyakinkan pembeli.

Tersangka Jasman dijerat dengan Pasal 40B ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

“Kami masih menelusuri apakah surat hibah serupa sudah beredar lebih luas. Kami juga akan mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain yang telah membeli atau menguasai lahan hasil hibah dari tersangka,” pungkasnya.***

Tags

Terkini