Oleh: M Farhan Abrar
Mahasiswa Fakultas Hukum UNJA
JAMBI (SEKATANEWS.COM) - Dalam dinamika kehidupan berbangsa, aparat negara seperti POLRI memiliki peran penting sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat, sebagaimana diamanatkan UU No. 2 Tahun 2002. Namun, kepercayaan publik terhadap POLRI kian menurun, terutama setelah peristiwa demonstrasi besar-besaran September 2025. Alih-alih melindungi rakyat, banyak aparat justru dinilai represif dan menindas mahasiswa serta masyarakat yang menyuarakan aspirasi.
Rakyat merasa dikhianati, terlebih saat wakil rakyat sibuk menaikkan gaji sendiri, sementara rakyat kesulitan mencari kerja dan makan. Ironis, di negara yang katanya sudah merdeka.
Salah satu tuntutan utama rakyat adalah reformasi POLRI. Presiden Prabowo dan DPR RI memang menyatakan sepakat mempercepat reformasi ini, bahkan menunjuk Jenderal (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Bidang Keamanan dan Reformasi POLRI. Sayangnya, hingga kini janji membentuk Tim Reformasi POLRI belum juga ditepati.
Pada reshuffle kabinet 8 Oktober lalu, bukannya membentuk tim tersebut, justru muncul penambahan wakil menteri yang dianggap tak relevan. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah jabatan untuk Dofiri hanyalah bagian dari bagi-bagi kue kekuasaan, bukan langkah nyata reformasi?(*)