Negara Vs Mafia Tanah?

Kawasan Lindung TNTN Dijarah : Kambing Hitam Batin Adat Atau Prinsip Judi Cukong

Kawasan Lindung TNTN Dijarah : Kambing Hitam Batin Adat Atau Prinsip Judi Cukong
Negara Vs Mafia Tanah? Kawasan Lindung TNTN Dijarah : Kambing Hitam Batin Adat Atau Prinsip Judi Cukong

Pekanbaru (SekataNews.com) - Hiruk-pikuk kawasan hutan lindung Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) seperti tidak ada habisnya menjelang hari eksekusi terakhir ditanggal 22 Agustus 2025 mendatang. Kenapa tidak, eksekusi oleh Tim Garuda Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) terus dilakukan setelah 10 Juni 2025 lalu, melalui Kasum TNI AD Letjen Richard TH Simbolon, didampingi Dansatgas Mayjen TNI Dody Triwinarno, Kejagung dan Polri memulai eksekusi lahan yang rata-rata dikuasi warga pendatang dari luar daerah Provinsi Riau, itu sendiri menurut data dan keterangan Satgas PKH tersebut.

Hari-hari berlalu sampailah pada skenario identifikasi dan verifikasi data pemilik lahan, setelah data terkumpul, eksekusi pun mulai dilakukan dengan cara me Reforestasi (Mengembalikan fungsi hutan) setelah sebelumnya di Deforestasi (Dialihfungsikan) oleh Korporasi, Cukong, Toke, Mafia Tanah, dan Masyarakat yang rata-rata pendatang dari luar daerah Provinsi Riau.

Dengan melibatkan Kelompok Kerja (Pokja) dari Pemerintah Dearah (Pemda) Provinsi Riau sampai Kabupaten/Kota yang terlibat mempunyai lahan di kawasan lindung TNTN yang dikenal kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) hayati seperti Flora dan Fauna, serta hutan tropis terbaik di Dunia sebelumnya, itu hingga kini terus digencarkan pandataan By Name By Addres atau data lengkap asal usul.

Singkatnya, setelah pendataan muncul lah sebagian kecil nama pejabat-pejabat teras di Provinsi Riau seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pengusaha atau korporasi, Kepala Desa (Kades), Kelompok Tani (Poktan), sampai masyarakat pendatang yang mencoba menikmati empuknya tanah surga TNTN dengan segelintir janji manis para mafia tanah yang mamanfaatkan Kawasan Lindung TNTN, itu untuk mengisi ruang kosong di dapur masing-masing.

Sejauh ini, akibat desakan dan berbagai aksi antara Pro (Pendukung) dan Kontra (Penolakan) akan dikembalikan Kawasan Lindung TNTN ke bentuk awalnya, itu akhirnya beberapa beberapa Batin atau yang mengaku Batin dan Mafia Tanah satu persatu telah ditetapkan tersangka, serta ada juga yang telah ditahan oleh Polri dan Kajaksaan bagian penegakan hukum di Satgas PKH itu sendiri.

Menjelang banyaknya tersangka atau keterlibatan semua pihak di Kawasan Lindung TNTN yang bakal ditahan kedepan, itu upaya persuasif tetap dilakukan hingga semuanya mengkrucut dalang-dalang dibalik itu semua, meskipun telah banyak secara sukarela menyerahkan lahan yang telah dinikmati para mafia puluhan tahun lamanya.

Ibarat contoh membeli lahan sengketa pada umumnya, jika telah berhasil satu sampai dua tahun panen sudah mengembalikan semua biaya yang telah digunakan dari lahan sengketa tersebut atau sama dengan prinsip berjudi dalam rumor-rumor yang beredar ditengah-tengah kebanyakan mafia tanah. Makanya mereka senantiasa berani nekat membeli dan merambah Kawasan Lindung TNTN tersebut.

Hal itu, juga dimungkinkan terjadi di kawasan lindung TNTN, sebab dari Investigasi dilapangan para mafia tanah dan batin terlibat sudah punya perencanaan masing-masing, hingga resiko yang dihadapi kedepannya oleh setiap pihak yang terlibat.

Mirisnya, sejak awal semua mafia tanah di Kawasan Lindung TNTN, itu sudah mengetahui bahwa lahan tersebut merupakan kawasan lindung, namun setelah banyaknya perambah dari mafia tanah yang merasakan aman sampai diatas lima tahun, hal tersebut menjadi pemancing bagi relasi mafia tanah yang lain, sehingga menjadi vitamin tersendiri untuk menikmati rambahan Kawasan Lindung TNTN, yang terus berlanjut lama ketika itu.

Selain itu, upaya Pemda Provinsi Riau, juga dinilai sangat lemah dan itu juga diakui oleh Gubernur Riau Abdul Wahid, dalam statemannya yang mengatakan kekurangan personil Polisi Kahutanan (Polhut) dan personil Balai TNTN dilapangan guna menjaga kelestarian Kawasan Lindung TNTN, itu sehingga para pengusaha, cukong, toke, dan mafia tanah lebih leluasa menikmati empuknya rambahan diwilayah itu, tanpa hambatan yang berarti.

Namun, dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2025, itu semua akan berangsur ditegakkan dengan cara berkeadilan. Apa bentuk sistem berkeadilan yang akan dilaksanakan Satgas PKH?, ini rata-rata pertanyaan mendasar bagi Pro dan Kontra yang sedang mengkaji pengembalian Kawasan Lindung TNTN saat ini.

Dirunut dari berbagai stateman Satgas PKH sendiri, mulai dari Dansatgas PKH, Kejagung dan Polri sendiri, mereka kompak dengan status penegakan hukum sesuai Perpres No 5 Tahun 2025, itu khususnya bagi seluruh yang terlibat, tanpa terkecuali.

(Peta Lahan Kawasan Lindung TNTN yang dirambah)

Penegasan itu awalnya disampaikan oleh Dansatgas awal Kasum TNI AD Letjen Richard TH Simbolon, akan segera mengembalikan Kawasan Lindung TNTN, dengan berbagai cara, dengan ungkapan 'Kamu yang memulai, kamu yang mengakhiri' saat turun langsung ke lokasi TNTN.

"Rata-rata yang nanam sawit disini warga pendatang ya, kita secara paralel akan bekerja untuk proses mempercepat pengembalian sesegera mungkin dengan melibatkan tim ahli, untuk mempercepat pemulihan nantinya. Intinya tetap kita lakukan secara persuasif, sosialisasi dan edukasi terus berjalan. Sambil berjalan akan ada proses penegakan hukum oleh pak Polri dan pak Kajaksaan nantinya, karena disini banyak toke-toke ya yang bawak. Intinya kamu yang memulai, kamu yang mengakhiri," kata Letjen Richard, pada awak media 10 Juni 2025 lalu.

Hal senada juga disampaikan, Jampidsus Kejagung RI Febri Ardiansyah, bahwa TNTN, itu banyak kepentingan, namun semuanya akan dilakukan upaya pengungkapan dengan kolaborasi seluruh tim seperti Kapolda sejalan dengan Kejati, Kapolres sejalan dengan Kejari, serta Gubernur dan Bupati sebagai Pamong Praja, sebagai orang tua penyejuk dalam melakukan penertiban nanti.

"Ini harus kembali ke hutan kembali, semua berjalan simultan dengan seluruh tim lining sektor yang terus sejalan. Jadi setelah relokasi tidak ada lagi kembali kesini lagi, mudah-mudahan masyarakat bisa diberi pemahaman. Di Perpres No 5 tahun 2025 penegasannya jelas, harus dikembalikan ke fungsi hutan," tegas Jampidsus Febri.

Ia juga menegaskan, bagi korporasi atau perusahaan yang jelas-jelas terlibat dalam perambahan nantinya akan ditindak tegas setelah selesai relokasi berjalan.

"Pemegang HTI maupun HGU yang terlibar akan kita tindak tegas, setelah didentifikasi," pungkas Ketua Hukum Satgas PKH Pusat tersebut.

(Saat Sksekusi lahan Poktan Desa Bagan Limau Seluas 3000 Hektar)

Aksi Nyata Satgas PKH Dalam Menindak  Pelaku Perambah dan Penjual Hutan Lindung TNTN

Ketika itu, gegap gempita perasaan hati dan pikiran para dalang atau aktor intelektual dibalik perambah dan penjual wilayah kawasan konservasi hutan lindung Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), saat mengetahui Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, akan mengeksekusi lahan yang telah disulap oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab, melalui Tim Garuda Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).

Tidak tanggung-tanggung, lahan yang luasnya mencapai 82 ribu hektare (Ha), itu sengaja dirambah dan diperjual belikan dengan harga yang cukup menggiurkan para mafia tanah. Hingga kini hutan yang menjadi referensi paru-paru dunia, itu telah rusak dan hanya menyisakan lahan hutan lindung TNTN seluas 12 ribu Ha.

Akibatnya, banyak konflik antara perambah dengan satwa dilindungi di kawasan TNTN tersebut, yang memang tempat dimana keanekaragaman hayati seperti flora dan fauna, serta hutan tropis terbaik berkembang biak dihamparan hutan lebat itu sebelumnya. 

Ironisnya lagi, banyak masyarakat luar kawasan TNTN juga menjadi lawan konflik dan keresahan hewan dilindungi saperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, dan Tapir Sumatera, karena dirusaknya habitat dan rumah mereka.

Tepatnya pada Selasa, 10 Juni 2025, eksekusi lahan seluas 81.739 Ha, itu dimulai. Tantangan spontanitas warga yang terdiri dari korban beli lahan murah, sampai pekerja dari cukong-cukong atau toke-toke pun menghiasi esksekusi yang menjadi pilot projeck Tim Garuda Satgas PKH hari itu.

Sampai-sampai Tim Garuda Satgas PKH yang dipimpin langsung Dansatgas Letjen TNI Richard TH Simbolon, didampingi Ketua Satgas Jampidsus Kejagung RI Febri Ardiansyah, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar, Kabareskrim Komjen Pol Wahyu Widada, Wadansatgas Brijen TNI Dody Triwinarno dan perwakilan dari 10 instansi yang tergabung didalamnya, itu tidak sempat menikmati hidangan seremonial pembukaan eskskusi pada hari itu. 

Setelah melaksanakan pemasangan plang pengumuman eksekusi lahan konservasi kawasan hutan lindung TNTN oleh Negara melalui Tim Garuda Satgas PKH, dan menyempatkan wawancara bersama awak media beberapa menit, merekapun kembali terbang pulang menggunakan Halikopter Super Puma TNI AU, menandakan esksekusi lahan TNTN akan terus berlanjut hingga Jumat, 22 Agustus 2025 mendatang.

Dua pekan berselang, dipimpin Wadansatgas PKH Brigjen TNI Dody, bersama tim terus melakukan skema-skema persuasif, guna mengumpulkan bahan dan keterangan (Pulbaket), serta menyelidiki hingga penyidikan temuan yang didapat selama proses berlangsung.

Alhasil, tepatnya pada Ahad, 22 Juni 2025, Tim Garuda Satgas PKH kembali menemukan dan mengamankan sebuah alat berat yang diduga kuat milik perambah kawasan konservasi hutan lindung TNTN.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Wadansatgas PKH Brigjen TNI Dody Triwinarno, kepada SekataNews.com waktu itu, bahwa alat berat jenis exskavator merk Sany 80, itu didapat setelah melakukan patroli rutin tim garuda Satgas PKH. Melihat alat itu berada di kebun milik seorang perambah inisial S didalam kawasan konservasi TNTN, pihaknya mengamankan alat tersebut untuk dibawa ke Posko Satgas PKH di komplek Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Pekanbaru, guna proses penyelidikan lebih lanjut.

"Bener. Sedang kita amankan dan proses.(tersangka) Inisial S, masih di cek dan diselidiki ya," kata Jenderal Dody, sapaan akrabnya itu mengungkapkan.

Dijelaskannnya, penangkapan dan pengamanan ini menunjukkan komitmen Satgas PKH dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan hidup, khususnya di kawasan TNTN yang menjadi salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perambah hutan dapat dikenakan hukuman pidana penjara dan denda.

Perambah hutan dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, atau denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.

Selain itu, mereka juga dapat dikenakan hukuman tambahan seperti pemulihan lingkungan, ganti rugi, bahkan pencabutan izin (jika ada).

“Hukuman ini bertujuan memberikan efek jera dan memastikan kelestarian hutan TNTN tetap terjaga," tegasnya.

Tantangan besar masih terbentang di depan penegak hukum, utamanya dalam menangani perambahan di kawasan TNTN.

"Pentingnya dukungan dan kerjasama semua pihak untuk melindungi kawasan ini yang merupakan habitat penting bagi satwa liar seperti gajah sumatera dan harimau sumatera dan lainnya," pungkas Brigjen Dody.

Pemberian Waktu 3 Bulan Bagi Warga Utuk Relokasi Mandiri Dari Kawasan Lindung TNTN

Wadan Satgas Penertiban Kawasan Hutan(PKH) Taman Nasional Tesso Nillo (TNTN) Brigjen TNI Dody Triwinarno S.I.P, M,.Han, tegaskan masyarakat yang ada dikawasan hutan konservasi TNTN diberikan waktu 3 bulan untuk melakukan relokasi mandiri. Selain penertiban kawasan hutan TNTN, tim Satgas PKH juga akan mengusut para mafia tanah dan pejabat pemerintah yang bermain dibelakang layar. 

Hal tersebut diungkapkan Wadansatgas Brigjen TNI Dody Triwinarno S.I.P, M,Han, pada saat kunjungan tim pengarah penertiban kawasan hutan TNTN ke lokasi pada Selasa, 10 Juni 2025 kemarin. Hal ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia  Nomor 5 tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan. 

"Kawasan hutan konservasi TNTN seluas 81.739 Ha, akan disita oleh negara melalui Satgas PKH. Kemudian akan masuk dalam pengawasan dan pengaman Pemerintah," kata Jenderal Dody, menegaskan.

Dihadapan masyarakat Wadansatgas menyampaikan tim Satgas PKH akan terus melakukan Identifikasi, sosialisasi dan edukasi agar masyarakat untuk melakukan  relokasi mandiri sesuai waktu yang ditentukan. 

"Diharapkan masyarakat yang sudah menyadari tempat tinggal sekarang itu merupakan masuk dalam kawasan hutan konservasi TNTN segera lakukan relokasi mandiri," ujarnya.

Selain itu, selama waktu relokasi yang sudah ditentukan 3 bulan, masyarakat masih boleh melakukan panen sawit untuk sawit yang berumur 5 tahun lebih. Sedangkan untuk sawit yang dibawah 5 tahun, dilarang untuk melakukan perawatan, pemupukan dan memperluas kebun. Untuk sawit yang berumur dibawah 5 tahun akan dilakukan pemusnahan dan akan ditanam dengan tanaman hutan. 

"Penertiban kawasan hutan konservasi TNTN ini bertujuan untuk mengembalikan kawasan hutan yang sudah dirambah dan berubah menjadi kebun sawit. Untuk dijadikan kembali sebagai kawasan hutan ekosistem flora dan fauna. Selain itu kawasan TNTN ini adalah salah satu kawasan hutan yang menajdi paru paru dunia sebagai penghasilan oksigen," terangnya Jenderal bintang satu itu.

Selain berfokus ke penertiban kawasan hutan konservasi TNTN, tim Satgas juga kan melakukan penyelidikan dan mengusut para pelaku perambah hutan kawasan dan para mafia tanah, begitu juga dengan para pejabat pemerintah yang bermain dibelakang layar.

"Kawasan hutan konservasi TNTN adalah kawasan hutan yang menjadi rumah bagi satwa langka,seperti harimau, gajah, tapir, dan lainnya. Jika, sekarang gajah dan harimau sudah masuk ke perkampungan jangan salah mereka. Sebab rumah mereka sudah dirusak dan dijadikan kebun sawit," ungkapnya, kepada SekataNews.com, Kamis, 12 Juni 2025 lalu.

Kemudian, terkait keterlibatan oknum pejabat pemerintah sampai ke desa, tim gabungan Satgas PKH yang tergabung sebanyak 10 Instansi. 

"Penelusuran akan terus dilakukan terkait penerbitan KTP dan munculnya TPS pemilu di dalam kawasan hutan konservasi TNTN," pungkas Brigjen Dody, mengakhiri.

(Plang Satgas PKH, di Irisan Lahan Kensesi HTI PT RAPP atau April Group Estate Ukui, masuk di Kawasan TNTN)

Permintaan Perkuat RETN Dari LSM Jikalahari, Tindak Cukong dan Toke

Menyusul penyitaan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) oleh Negara melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) pada Selasa, 10 Juni 2025 lalu, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menegaskan bahwa penertiban ini seharusnya sejalan dengan inisiatif Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo (RETN) yang telah dicanangkan sejak tahun 2016 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Menurut Jikalahari, langkah pemulihan kawasan TNTN tidak cukup hanya dilakukan melalui pendekatan represif dan penyegelan simbolik, melainkan juga harus memperkuat kerja kolaboratif lintas pihak sebagaimana semangat RETN.

"Pada 2016, telah ada inisiatif pemulihan Ekosistem Tesso Nilo yang diterbitkan oleh KLHK. Prinsip utamanya adalah pemulihan lingkungan dengan mengedepankan pembinaan bagi masyarakat atau petani kecil, serta penegakan hukum terhadap korporasi bukan hanya sektor sawit, tetapi juga Hutan Tanaman Industri (HTI)," tegas Jikalahari melalui Koordinatornya, Okto Yugo Setyo.

Okto mengingatkan bahwa inisiatif RETN merupakan kerja bersama antara KLHK, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, akademisi, masyarakat sipil, serta masyarakat adat dan tempatan. 

Karena itu, Satgas PKH yang kini melakukan penyitaan atas kawasan konservasi TNTN seharusnya memperkuat dan melanjutkan semangat kolaboratif yang sudah dibangun.

"Satgas PKH seharusnya memperkuat konsep inisiatif RETN, dengan menindak tegas korporasi dan cukong, serta mendorong pemulihan lingkungan," lanjutnya.

Ia menambahkan bahwa fokus pemulihan kawasan hutan tidak boleh mengabaikan aspek kemanusiaan dan hak-hak warga.

"Konsep RETN ini tidak hanya berfokus pada pemulihan lingkungan, tetapi juga memastikan tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia," pungkasnya.

Seperti diketahui, Satgas PKH melakukan penyitaan terhadap kawasan TNTN seluas 81.739 hektare dan memasang plang penyegelan di Dusun Kelayang, Desa Lubuk Kembang Bungo, Kecamatan Ukui.

Penyitaan ini dilakukan oleh Tim Gabungan dari Kejaksaan Agung, Mabes Polri, TNI, dan kementerian/lembaga terkait, dan ditandai dengan aksi simbolik peletakan adukan semen oleh pejabat tinggi negara.

"Namun demikian, hingga kini belum ada langkah tegas yang menyasar korporasi besar, termasuk perusahaan HTI yang disebut-sebut turut berkontribusi terhadap kerusakan ekosistem TNTN," pungkasnya mengakhiri.

Hingga baru-baru ini, Dansatgas PKH Mayjen Dody Triwinarno, bersama tim terus melakukan upaya penertiban. Alhasil pada Rabu, 30 Juli 2025, kembali memusnakankan lahan sawit sekitar 3000 hektar dari Poktan, Desa Bagan Limau, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan-Riau.

Walaupun banyak rintangan yang menghadap dalam prosesnya, Dansatgas Dody, tetap meminta pada masyarakat agar tidak terprovokasi sampai relokasi mandiri dan penertiban Kawasan Lindung TNTN, itu berjalan sesuai amanat Perpres No 5 Tahun 2025.

"Kita selalu mengedepankan prinsip persuasif dan berkeadilan, jangan mudah terprovokasi dan terpancing olah isu-isu yang belum tentu kebenarannya," pungkas Mayjen Dody.***

#RAPP RGE APRIL Group

Index

Berita Lainnya

Index